Berabad silam ketika peradaban
eropa belum mencapai puncaknya Ibnu Khaldun telah meneliti tentang gerak
suatu perdaban dimana peradaban itu
muncul berkembang hingga hancurnya melalui
berbagai tahapan dimana tahapan tersebut meliputi rekonsiliasi peradaban
melalui kontrak sosial antar masyarakat
yang di barengi dengan rekontruksi persatuan kemudian melangkah
maju dalam persatuan hingga muncul
kediktatoran yang menyebabkan kemunduran dan akhirnya menghilangkan peradaban
yang diakibatkan hilangnya rasa kepercayaan yang telah dipupuk sejak kontrak
sosial antar masyarakat tersebut dicetuskan.
Hal ini banyak terjadi di
berbagai belahan dunia saat ini, Arab Spring misalnya. Berakhirnya perang dunia
kedua menciptakan berbagai kontrak sosial di negara-negara arab, yang percaya
bahwa melaui kebersamaan dan sistem ketatanegaraan yang dibangunnya secara
bersama pasca perang, akan membawa negara kedalam equilibrium. Namun sejalan
dengan perkembangannya, kemunculan diktaktor hingga banyaknya korupsi ditubuh pemerintah dalam negara, pada
akhirnya memunculkan gerakan-gerakan anti pemerintah. Sehingga ke utuhan kontrak sosial mulai
terganggu dan menghasilkan konflik hingga terjadi pengulingan rezim. Yang
timbul akibat ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintah.
Bercermin pada masa lalu, upaya
persuasif pernah diupayakan oleh rakyat
Indonesia dalam rangka menciptakan kehidupan negara kearah yang lebih baik.
Upaya perubahan dilakukan oleh rakyat Indonesia melalui jalan Reformasi dengan
mengangkat kembali Kontrak Sosial yang dahulu di agungkan sebagai cara untuk
membawa Indonesia menuju kemakmuran.
Namun ketika Reformasi bergulir,
setelah gerakan ini berhasil mengulingkan rezim yang dinilai telah salah
membawa negara dan telah melampaui batas dalam mengatur pemerintahan. Rakyat Indonesia mulai dihadapkan kembali
dengan luka masa lalu. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme kian terang-terangan dinampakkan dalam layar kaca hingga banyak
dari rakyat mulai merasa jenuh dan kian berandai-andai dalam ketidak pastian
hidup akan kemana negara membawa mereka.
Tokoh nasional yang diharapkan
akan membawa mereka kearah lebih baik tidak pernah membawa mereka kearah
kebaikan, dan justru menampakan perselisihan serta persekongkolan yang digunakan
untuk memperkaya diri mereka sendiri. Hukum yang diharapkan membawa keadilan
seakan buta dan tidak mampu membawa keadilan atas vonis-vonis yang dilakukan
pada penghinat persatuan negara. Hal ini di perparah dengan ketidak kondusifan
kehidupan politik di negeri ini, Politik saling menjatuhkan yang pernah
dilakukan oleh parpol di era awal orde baru di tahun 1970-an mulai
terulang. Saling jerat kesalahan,
memperburuk citra parpol saingan hingga saling klaim atas kebaikan
masing-masing parpol menambah bingung keadaaan rakyat.
Rakyat semakin terbebani oleh berbagai permasalahan, kebutuhan
pokok berupa kesejahteraan ekonomi tidak
kunjung tiba, ketidak percayaan akan pimpinan (pemerintah) meraja lela. Rakyat
hanya dapat menahan amarah terdiam tegun menghadapi permasalahannya. Bagai bom
waktu rakyat menunggu guncangannya. Bukan upaya persuasif dengan mengankat
tangan menuntut di kembalikannya nafas negara
sesuai tujuannya. Namun tuntutan baru atas bagaimana cara negara membawa mereka kearah kesejahteraan yang
diharapkannya.
Yusril Izamahendra pernah berkata didalam Indonesia Lawyer Club TV.
One, tentang bagaimana negara yang baik membangun kehidupannya. Ketika negara
dipimpin oleh individu yangbaik yang menciptakan lingkungan hukum yang baik
maka orang yang didalamnya akan di paksa menjadi baik begitu juga dengan sistem
atau lingkungan yang tidak baik maka orang yang didalamnya akan terpaksa
menjadi tidak baik. Ia membandingkan dengan negara tetangga kita Singapura
disaat orang indonesia datang ke Singapura maka orang Indonesia terpaksa
menjadi baik begitu sebaliknya ketika
warga Singapura datang ke batam wilayah Indonesia maka iapun akan berprilaku
sebagaimana orang di Indonesia.
Bom waktu tidak akan pernah
menyala ketika rakyat menemui harapannya. Kepemimpinan bersih yang berhasil
membawa kesejahteraan bagi mereka hanya muncul ketika ketegasan akan menajemen
benar-benar terlaksana dan mengarah kepada kemajuan negara. Hingga akhirnya
kepercayaan rakyat tidak pernah goyah dan menjadi kekuatan bagi negara untuk
tetap eksis dengan cita-citanya.
Masa lalu mencatat, banyak asas
di upayakan untuk mengokohkan kedaulatan rakyat melalui negaranya. Paham
Nasionalis, Islamis hingga Sosialis pernah di upayakan dalam negara ini melalui
para pengeraknya. Namun Pancasila dapat mempertahankannya hingga saat ini, 68 tahun sudah kontrak sosial yang pertama
kali dicetuskan membawa Indonesia di alamnya. Dengan hanya menjadi pajangan
berhala di tengah keong raksasa dan tidak pernah menampakan kesaktiannya.
Kesaktian pancasila tidak pernah menjadi kekuatan dalam bernegara, hingga upaya
mengalakan kehidupan negara dengan berpancasila
harus benar-benar dilakukan oleh rakyatnya.
Bukan terdiam dalam
kemunafikan, rakyat tertegun menjadi
penonton kesakitan pancasila yang terkurung
dalam kemunafikan manajerial
ketidak sesuaian harapan awal cita-cita kehidupannya di tengah keong
raksasa. Pancasila bukanlah berhala
ditengah kemunafikan sang penguasa, namun merupakan jiwa yang harus dihidupkan
rakyatnya. Rakyat harus benar-benar menjadi pengontrol dirinya, dengan
bermanunggal dalam berbineka. Karena oleh adanya rakyatlah negara ini
tercipta. Wakil rakyat bukan pengambil
keputusan utama dalam setiap konsep penuh retorika. Namun rakyatlah yang harus
bersua dan bergerak ketika terjadi kesalahan dalam kepemimpinan yang telah
salah dalam membawanya.
No comments:
Post a Comment