Monday, 25 February 2013
Refleksi 67 Tahun Eksisitensi Pancasila
ANTARA KEJUJURAN KADERISASI DAN KREDIBELITAS PARPOL 2014
Runtuhnya Benteng Demokrat
Bermula dari Nazaruddin seorang fungsionaris partai Demokrat. Layaknya terjebak lumpur hidup ia mencoba menarik orang yang di sekitarnya untuk menolong atau bersamanya terhisap lumpur yang kian menenggelamkannya. Setelah ia dinyatakan sebagai tersangka pada proyek peembangunan venue Sea Games XXVI Palembang.
Ocehan tolong Nazar pada akhirnya berhasil menyeret bos-bos yang ia paparkan pada penyidikan hingga akhirnya Angelina Sondahk berhasil ia ajak kedalam lumpur yang menenggelamkan. Pada peraidangan yang menbuktikan ia bersalah pada bulan lalu.
Ocehan Nazar juga akhirnya sampai pada Anas Urbaningrum yang pada minggu lalu ditetapkan sebagai tersangka. Bagai menelan ludahnya sendiri Ketua Umum Partai Demokrat ini enggan di gantung di tiang Monas setelah pernyataannya beberapa waktu lalu nengenai jika keterlibatannya terbukti pada kasus korupsi Nazaruddin maka ia siap untuk d gantung d tiang monas.
Bagai kebakaran jenggot Demokrat telah berfikir diam dengan mengatur rencana beberapa saat sebelum Anas d tetapkan sebagai tersangka. Namun rencana yang di galakan Demokrat di nilai telat. Publik secara kasat telah mendalami beberapa kasus yang didalamnya terdapat anggota Demokrat.
Jalan terbaik pada dasarnya harus di upayakan di awal pembentukan partai sebagai usaha prefentif partai dalam mengharumkan partai. Fakta integritas pada akhirnya tidak merubah opini publik hingga akhirnya Cap Buruk publik terhadap Demokrat telah mendarah daging.
Bukan tidak mungkin kekalahan Dede Yusuf yang merupakan kader Demokrat pada Pilgub Jabar berdasarkan hasil quick count 24 Pebruari 2013 kemarin akibat turunya elektabilitas partai di tengah masyarakat.
Api dalam sekam telah membakar sekan dari dalam. Kehancuran Demokrat sudah ada didepan mata, namun kepercayaan partai harus tetap terjaga agar ke ikut sertaan partai pada pemilu 2014 akan berhasil dan tak sia-sia setelah kasus-kasus korupsi yang mendera Demokrat.
Thursday, 21 February 2013
Gonjang Ganjing Politik Saling Menjatuhkan
Dewasa ini republik Indonesia di buat bingung dengan suasana politik yang terlihat saling jerat dan saling menjatuhkan. Peristiwa ini menambah kegalauan masyarakat di tengah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Jerat korupsi dinilai sebagai jurus ampuh menjatuhkan lawan- lawan politik. Korupsi di berbagai sendi kehidupan sangat jelas terlihat akhir-akhir ini dengan banyaknya kasus korupsi yang terdengar melibatkan beberapa tokoh politik.
Dengan melihat hal tersebut, masyarakat Indonesia di paksa untuk melihat dengan seksama tentang parpol yang hendak mewakilinya kelak. Karena, rakyat harus tetap mengambil sikap terhadap wakilnya.
Mahfud MD, menjelaskan pada acara bedah buku Perang Bintang 2014 di Kampus UIN Jakarta 21/02/13 kemarin, Ia menjelaskan betapa pentingnya parpol disebuah negara, Ia tegaskan bahwa satu partai buruk lebih baik dari pada tidak ada sama sekali partai.
keadaan poltik semacam ini pada dasarnya bukan belum pernah terjadi di Indonesia, Sejak penentuan asas negara di tahun 45. Saling sikut kepentingan telah terjadi. Namun yang membedakan sikut menyikut pada era itu terjadi dalam upaya menaruh pengaruh ideologi partai di tengah rakyat Indonesia yang kelak merdeka.
keadaan seperti ini terus berlanjut hingga masa Orde Baru bergulir, ketidak kondusifan keadaan politik memaksa pemerintah untuk mengkrucutkan partai kedalam tiga partai.
Hal ini cukup memberi dampak positif bagi keadaan politik di negeri ini. Sehingga pada saat itu pembangunan negara dapat terencana dan terlihat progressnya. meskipun demikian keadaan ini membawa dampak pembangunan akan tetapi hal ini juga berdampak pada tumbuhnya praktik KKN di tengah pemerintahan sehingga pada akhirnya setelah 32 tahun berkuasa orde ini pun berakhir dengan demo aksi masa yang terjadi di tahun 1998.
Zaman bergulir orde Reformasi lahir, kebebasan yang selama orde baru terpendam, menjadi uforia kebebasan di segala bidang. kekuatan parpol baru bermunculan, badan pengawas juga bermunculan sebagai upaya untuk meminimalusir tindak KKN di republik ini.
Hal ini, menyebabkan tranparansi dari semua aspek pendanaan dan berjalannya pemerintah hingga akhirnya segala bentuk upaya KKN dapat tercium mudah.
Kesibukan parpol saat ini tidak lagi memikirkan bagai mana membangun kader dengan ideologi seperti era awal kemerdekaan. namun lebih kearah bagaimana terlihat baik di hadapan publik.
Hilangnya ideologi partai menyebabkan ketidak konsistenan wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan partai pada setiap pemilu. Pembangunan karakter partai tercipta oleh visual gambar di tengah media. bukan bagaimana ia bertindak dengan ideologinya sehingga dapat di terima rakyat.
Sehingga kabar buruk yang terekam kamera amat terasa dan menjadi momok bagi partai sehingga dapat di jadikan senjata ampuh untuk menjatuhka antar parpol saat ini.
Untuk itu perlu adanya suatu kesadaran baik parpol dan masyarakat untuk secara bersama membangun Indonesia. Sehingga gerak parpol melalui ideologinya dapat menjadi arah memajukan masyarakat Indonesia dan menimbukan kepercayaan diantaranya sehingga pembanguna dan kesejahteraan tercipta akibat adanya kesetabilan politik didalamnya.
Dua Tentara Copot Paksa Sepanduk Jenderal
Dua tentara mencopot sepanduk Jenderal Purn. Wiranto, di pagar markas besar penelitian dan pengembangan Angkatan Laut Jl. Raya Fatmawati. 18/02/2013.
Pemasangan sepanduk tersebut melanggar aturan KPU karena jenderal tersebut memasang atribut kampanye di gedung-gedung pemerintah.
Pemasangan atribut kampanye tersebut merupakan upaya yang dilakukan Partai Hanura yang sedang mensosialisasikan kader barunya Hary Tanoesoedibyo, yang pada 17 Pebruari 2013 menyatakan bergabung kedalam fungsionaris partai.
Tanoe merupakan kader prospektif dalam rangka mengangkat elektabilitas partai, karena Tanoe merupakan bos PT. MNC Group. yang merupakan media televisi terbesar di Indonesia. Masuknya Tanoe kepartai membuat Jenderal Purn. Wiranto menargetkan kenaikan prosentase Hanura pada pemilu 2014 mendatang hingga 10%. hal ini merupakan tiga kali lipat dari perolehan suara pemilu 2009 sebesar 3.4% suara.
Redaksi :I Agung F