Tak terasa telah memasuki akhir dekade ke-7 bangsa yang 67 tahun lalu menggugat kedaulatan dari tangan penjajah. Elemen bangsa seakan terlena dengan selembar kertas bukti kemerdekaan hingga akhirnya melupakan jerih payah para pejuang atau founding father negara Indonesia yang secara kolektif bahu membahu menciptakan kedaulatan bangsa. Periode demi periode silih berganti, pemimpin selalu berusaha menciptakan kedaulatan bangsa dengan berbagai cara demi menciptakan equilibrium sebuah bangsa yang merdeka.
Seperti di kutif dari pendapat Ibnu Khaldun dalam buku berjudul Muqadimah, sebuah negara tercipta melalui beberapa tahapan, tahapan structural masyarakat yang bersama berkeinginan berdaulat, disusul masa kesulitan atas kedaulatan, selanjutnya masa otoliter sebuah kepemimpinan hingga akhirnya masa kejayaan dan akhirnya kelenyapan. Tahap tersebut berjalan sejalan dengan rasa kepercayaan bersama setiap elemen bangsa yang sama-sama berkeinginan membangun peradaban Indonesia.
Peradaban berkembang sejalan dengan keadaan stabilitas sebuah negara, kebijaksanaan hukum, serta kolektifitas harapan. Meratapi 67 tahun kemerdekaan begitu banyak cobaan yang menggangus tabilitas nasional. Mulai dari ancaman penjajah di awal kemerdekaan, disusul ketida ksepahaman antar ideologi, hingga krisis kepemimpinan yang hingga kini belum menemukan arah kebijakan yang mensejahterakan.
Hukum merupakan timbangan kebijakan yang harus diterapkan secara adil hinggaa khirnya hukum itu di segani bukan dipaksakan oleh setiap penduduk bangsa karena hukum yang baik adalah hukum yang diniatkan dengan hati di ucapkan dengan lisan serta dilakukan dengan perbuatan. Hukum lahir dari kesadaran yang muncul dari dalam hati, agar dapat dijadikan kepatuhan setiap penggerak kehidupan bangsa. Hal ini tidak bisa lepas dari sebuah pendidikan moral serta budi pekerti yang di terapkan sejak dini.
Kolektifitas harapan pada awal kemerdekaan merupakan kunci keberhasilan yang pada akhirnya dapat membawa kemerdekaan bangsa.Tanpa ada selisih paham akan politik, ideologi, dan kesejahteraan. Semua bercampur baur untuk satu kata kemerdekaan Indonesia, namun berjalannya waktu goncangannya terjadi dari kalangan Islamis, Nasionalis, hingga kalangan Komunis yang berharap akan kesepahaman idiologis dalam menjalakan negara Indonesia yang pada akhirnya Pancasilalah yang menjadi pemenang akan kekuatan persatuan bangsa.
Periode berganti persatuan harapan dalam bingkai Pancasila danUndang-Undang Dasar 45’ yang luhur harus di jadikan arah kembali kebijakan dalam bernegara. Gejolak disintegritas bangsa yang bermunculan, ketidaktaatan hukum yang dilakukan pemerintah maupun rakyat, hingga hancurnya moral berbangsa dan bernegara baik dari tingkat struktur pemerintahan maupun ketingkat yang paling dasar “rakyat”.
Pemerintah tidak lagi jadi tauladan yang disegani, mulai dari kasus korupsi yang menerpa beberapa lembaga, ketidak becusan dalam regulasi hingga akhirnya menyengsarakan bukan membawa manfaat dan akhirnya terbawa keranah rakyat yang taklagi peduli dalam ber-Indonesia, yang menyebabkan ketidakpercayaan diri akan berjalannya negara yang dimimpikan menjadi negara yang equilibrium di era modern saat ini dan terparah munculnya gerakan disintegrasi kesatuan negara yang muncul setelahnya GAM, OPM, RMS dsb.
Kepasrahan bukan suatu dalih untuk terdiam menyingkapi keadaan, halini banyak pemikir telah berpendapat seperti halnya :Jhon Locke pernah berpendapat akan kedaulatan rakyat yang harus diraihnya sendiri atas negara yang tidak mampu memberi kedaulatan tersebut. Namun pemikiran terlalu keras dan sempit karena berkonotasi pergerakan radikal dalam meraihnya. Untuk itu ada pendapat lain yang menyatakan jika perubahan cepat berdampak buruk maka perubahan bertahap merupakan jalan terbaik yang harus di jalani, The Malay Dilemma Mahathir. Yang semua harus dijalani berdasarkan hati yang tulus menciptakan perubahan bagi diri dan bangsanya, karena tidaklah mungkin suatu bangsa merubah bangsanya jika bangsanya tidak mau berubah.
Dengan kata lain perubahan harus diraih dengan sendiri melalui kolektifitas kelompok, kebersamaan dan harapan bersama yang dilakukan dengan segenap hati. Dengan konteks Indonesia Mengembalikan pancasila dan Undang-undang Dasar 45’ ketempatnya di dalam negara hati dan elemen bangsa. Agar cita-cita luhur pancasila yang berketuhanan, berkemanusian dengan keadilan, persatuan yang kokoh, perwakilan rakyat yang membela kepentingan rakyatnya, serta memeiliki keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Akan terus menjadi jalan keutuhan negara dalam menciptakan kesejahteraannya, dengan mengarakan bangsanya menjadi bangsa yang Mandiri ditengah keunggulan bangsa yang ada baik dari segi sumberdaya alam dan manusia yang merupakan anugrah tuhan yang harus di syukuri dengan sebesar-besarnya untuk kemajuan bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment