Sungai Batang Hari merupakan sungai yang terkenal diwilayah Jambi, sungai ini merupakan sungai yang bermuara di selat Pulau Berhala yang berbatasan dengan Selat Malaka. Selat Malaka merupakan selat yang sejak dahulu merupaka selat yang ramai dikunjungi oleh para pelaut dan saudagar yang menghubungkan daerah timur seperti Cina dan Wilayah Barat seperti, India, Timur Tengah, Afrika dan juga Eropa.
Hal ini telah dicatat oleh seorang Pendeta Budha yang terkenal dengan catatan perjalanannya I-tsing. yang mana catatan perjalanannya menceritakan bagaimana bandar-bandar di selat malaka begitu ramai dengan para pelaut dan saudagar yang berdatangan dari wilayah India, Arab dan Cina. Salah satu pelabuhan yang ramai adalah pelabuhan Melayu Jambi yang terletak di aliran sungai Batang hari yang bermuara di selat pulau berhala dan selat malaka. disepanjang selat malaka tumbuh kota-kota yang kaya, Pelabuhan melayu Jambi menjadi titik destinasi pelabuhan transito yang ramai bagi para pelaut dan saudagar yang menunggu datangnya musim angin baik ketimur maupun kebarat, pelabuhan melayu Jambi menjadi pelabuhan yang memegang kunci pelayaran dimasanya.
Pada masanya kemampuan pelaut Melayu begitu terkenal hal ini yang menyebabkan bangsa melayu bertemu dengan berbagai macam pedabadan yang mendukung suatu transformasi kultural dari yang bersifat kesukuan mengarah pada suatu formasi kekuasaan yang terbentuk dalam suabuah kerajaan, hal ini juga terbentuk diwilayah Jambo, khususnya kerajaan islam yang terbentuk dalam kesultanan Jambi.
Secara historis Jambi memulai era kesultanan sejak tahun 1500-1515, yang ditandai dengan masuknya raja kerajaan Jambi keagama Islam pada masa pemerintahan orang Kayo Hitam, yang merubuah struktur kerajaan dan memberi maklumat agar penduduk Jambi juga memeluk agama Islam. Perubahan penyebutan raja dari "Panembahan" menjadi "Sultan".
Pemerintahan diatur dalam Undang-undang yang dibernama "Pucuk Undang nan Delapan". dimana dalam undang-undang tersebut memadukan antara adat dan syariat islam dalam peengaturan ketatanegaraan. hal ini tercermin dalam suatu pepatah yang terkenal ditengah masyarakat Jambi. dimana disebutkan dalam bahasa lokal : Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah. dengan demikian dapat diartikan begitu kentalnya hubungan antara adat dan syariat islam. pada masa-masa inilah muncul kekuatan ulama sebagai pemangku kehidupan beragama.
Pertemuan dengan Belanda terjadi di tahun 1615, setelah Jambi secara resmi melaui maklumat Sultan Kedak (Sultan Abdul Kahar 1915-1943) yang mendeklarasikan wilayahnya sebagai satu kesatuan yang berbentuk kesultanan. Rombongan Belanda pertama kali datang ke Kesultanan Jambi dipimpin oleh Abraham Strek dengan membawa dua kapal Belanda yang bernama Wapen Amsterdam dan Middelburg. Abraham Strek kemudian meminta izin untuk mendirikan kantor dagang pada tahun yang sama, satu tahun setelah pertemuannya barulah ia mendirikan kantor dagang, dan kemudian berdasarkan izin yang diperoleh perwakilan Belanda mendapatkan izin untuk mendirikan kantor dagang VOC diwilayah Muara Kumpeh.
Dikarenakan sulitnya mendapat kayu dan lada dari masyarakat, kemudian VOC menutup kantor daganganya ditahun 1625 dan kemudian membukanya kembali ditahun 1936. pembukaan ini tidaklah tanpa penyebab. Dengan sikapnya yang ingin menguasai Jambi, Belanda ingin mengambil kesempatan dengan memanfaatkan perselisihan antara kesultanan Jambi dengan Kesultanan Johor. pada fase kedua ini kntor dagang VOC di Jambi dipimpin oleh Hendrik van Gont, yang pada tahun 1642, melancarkan kegaiatan politik adu domba dengan mynatakan bahwa Sultan Jambi melakukan hubungan terhadap Sultan Agung dari Mataram. Oleh karena Sultan agung adalah musuh VOC maka VOC akan mengangkat senjata terhadap Kesultanan Jambi masa itu kantor dagang Belanda di Jambi dipimpin oleh Antonie van Diemen.
Dimasa pemerintahan Sultan Agung (Sultan Abdul Jalil) terpaksa melakukan kerjasama dengan Belanda dibawah pimpinan Anries Dogart Ploeg dtahun 1943. Pada masa selanjutnya ditengah perselisihan antara Jambi-Johor, Jambi membutuhkan bantuan, terjalinlah kerjasama antara Kesultanan Jambi dengan Belanda melaui VOC. kerjasama ini tidak hanya dibidang perdagangan tetapi juga terjalin dalam bidang pemerintahan, hal ini yang menyebabakan turut campurnya VOC dalam pemerintahan kesultanan Jambi. Pecahnya perang antara Jambi-Johor terjadi ditahun 1667, Jambi mengalami kemenangan atas bantuan VOC. maka dari itu VOC melalui konsul dagangnya yang dipimpin oleh Sybrand Swart, meminta imbalan atas bantuan yang telah diberikan tersebut.
Namun Sultan Jambi yang saat itu dipimpin oleh Sultan Abdul Mahji yang terkenal dengan Sultan Sri Ingalogo (1665-1690) melakukan penolakan dan menyerang kantor dagang Belanda dan berhasil membunuh Sybrand Swart, ketidak puasan Belanda ini berujung pada penangkapan sultan pada tahun 1690 dan sultan di buang ke Batavia. Seharusnya pengganti Sultan Ingalogo, adalah putra mahkotanya yaitu Raden Tyulip (Raden Julat). Namun dengan politiknya Belanda mengangkat Raden Dipati Cakra Negara Menjadi sultan dengan sebutan Kiai Gedeh. hal ini menyebabakan Raden Tyulip dan Kiai Singa Patih keluar dari Kerajaan dan melakukan hubungan dengan kerajaan Pagar Uyung. bantuan pagur uyung pada akhirnya berhasil membatu Raden Tyulip mendirikan pemerintahan dipengasingan, Raden Singa Tyulip mendirikan pemerintahan di Mangunjayo dengan gelar Sunan Sri Maharaja Batu dan juga biasa disebut Sunan Suto Ingalogo. dan Saudaranya Kiai Singa Patih mendirikan pemerintahannya di Bukit Serpeh. dengan Gelar Sunan Abdurrahman.
Pada tahun 1740, terjadi perdamaian antara Sultan Sunan Suto Ingalogo dengan Kiai Gedeh namun pada kenyataannnya perdamaian yang diharapkan dan mengembalikan sultan Suto Ingalogo menjadi Sultan Jambi yang Sah malah membawa sultan Suto Ingalogo di tangkap belanda dan diasingkan ke Batavia. Kiai Gedeh, yang digantikan oleh Sunan Suto Ingalogo kembali memimpin Jambi hingga tahun 1740. dan digantikan Sultan Sri Ingalogo sebagai pewaris tahta dari Sunan Suto Ingalogo, Dua tahun dibawah kepemimpinannya Sri Ingalogo berhasil menutup kantor dagang VOC di Jambi. Kesultanan Jambi terus berkuasa sebagai kesultanan yang merdeka dan turut membantu Kesultanan Palembang dalam melawan Belanda. Hingga memasuki pertengah Abad ke-19 malapetaka itupun datang dan berhasil menjatuhkan pemerintahan Kesultanan Jambi dibawah kekuasaan Belanda.
Source :
Sejarah Sosial Jambi : Jambi Sebagai Kota Dagang, Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumntasi Sejarah Nasional Jakarta, 1984.
Pada tahun 1740, terjadi perdamaian antara Sultan Sunan Suto Ingalogo dengan Kiai Gedeh namun pada kenyataannnya perdamaian yang diharapkan dan mengembalikan sultan Suto Ingalogo menjadi Sultan Jambi yang Sah malah membawa sultan Suto Ingalogo di tangkap belanda dan diasingkan ke Batavia. Kiai Gedeh, yang digantikan oleh Sunan Suto Ingalogo kembali memimpin Jambi hingga tahun 1740. dan digantikan Sultan Sri Ingalogo sebagai pewaris tahta dari Sunan Suto Ingalogo, Dua tahun dibawah kepemimpinannya Sri Ingalogo berhasil menutup kantor dagang VOC di Jambi. Kesultanan Jambi terus berkuasa sebagai kesultanan yang merdeka dan turut membantu Kesultanan Palembang dalam melawan Belanda. Hingga memasuki pertengah Abad ke-19 malapetaka itupun datang dan berhasil menjatuhkan pemerintahan Kesultanan Jambi dibawah kekuasaan Belanda.
Source :
Sejarah Sosial Jambi : Jambi Sebagai Kota Dagang, Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumntasi Sejarah Nasional Jakarta, 1984.
No comments:
Post a Comment