Monday 25 February 2013

Refleksi 67 Tahun Eksisitensi Pancasila



Tak terasa telah memasuki akhir dekade ke-7 bangsa yang 67 tahun lalu menggugat kedaulatan dari tangan penjajah. Elemen bangsa seakan terlena dengan selembar kertas bukti kemerdekaan hingga akhirnya melupakan jerih payah para pejuang atau founding father negara Indonesia yang secara kolektif bahu membahu menciptakan kedaulatan bangsa. Periode demi periode silih berganti, pemimpin selalu berusaha menciptakan kedaulatan bangsa dengan berbagai cara demi menciptakan equilibrium sebuah bangsa yang merdeka.
Seperti di kutif dari pendapat Ibnu Khaldun dalam buku berjudul Muqadimah, sebuah negara tercipta melalui beberapa tahapan, tahapan structural masyarakat yang bersama berkeinginan berdaulat, disusul masa kesulitan atas kedaulatan, selanjutnya masa otoliter sebuah kepemimpinan hingga akhirnya masa kejayaan dan akhirnya kelenyapan. Tahap tersebut berjalan sejalan dengan rasa kepercayaan bersama setiap elemen bangsa yang sama-sama berkeinginan membangun peradaban Indonesia.
Peradaban berkembang sejalan dengan keadaan stabilitas sebuah negara, kebijaksanaan hukum, serta kolektifitas harapan. Meratapi 67 tahun kemerdekaan begitu banyak cobaan yang menggangus tabilitas nasional. Mulai dari ancaman penjajah di awal kemerdekaan, disusul ketida ksepahaman antar ideologi, hingga krisis kepemimpinan yang hingga kini belum menemukan arah kebijakan yang mensejahterakan.
Hukum merupakan timbangan kebijakan yang harus diterapkan secara adil hinggaa khirnya hukum itu di segani bukan dipaksakan oleh setiap penduduk bangsa karena hukum yang baik adalah hukum yang diniatkan dengan hati di ucapkan dengan lisan serta dilakukan dengan perbuatan. Hukum lahir dari kesadaran yang muncul dari dalam hati, agar dapat dijadikan kepatuhan setiap penggerak kehidupan bangsa. Hal ini tidak bisa lepas dari sebuah pendidikan moral serta budi pekerti yang di terapkan sejak dini.
Kolektifitas harapan pada awal kemerdekaan merupakan kunci keberhasilan yang pada akhirnya dapat membawa kemerdekaan bangsa.Tanpa ada selisih paham akan politik,  ideologi, dan kesejahteraan. Semua bercampur baur untuk satu kata kemerdekaan Indonesia, namun berjalannya waktu goncangannya terjadi dari kalangan Islamis, Nasionalis, hingga kalangan Komunis yang berharap akan kesepahaman idiologis dalam menjalakan negara Indonesia yang pada akhirnya Pancasilalah yang menjadi pemenang akan kekuatan persatuan bangsa.
Periode berganti persatuan harapan dalam bingkai Pancasila danUndang-Undang Dasar 45’ yang luhur harus di jadikan arah kembali kebijakan dalam bernegara.  Gejolak disintegritas bangsa yang bermunculan, ketidaktaatan hukum yang dilakukan pemerintah maupun rakyat, hingga hancurnya moral berbangsa dan bernegara baik dari tingkat struktur pemerintahan maupun ketingkat yang paling dasar “rakyat”.
Pemerintah tidak lagi jadi tauladan yang disegani, mulai dari kasus korupsi yang menerpa beberapa lembaga, ketidak becusan dalam regulasi hingga akhirnya menyengsarakan bukan membawa manfaat dan akhirnya terbawa keranah rakyat yang taklagi peduli dalam ber-Indonesia, yang menyebabkan ketidakpercayaan diri akan berjalannya negara yang dimimpikan menjadi negara yang equilibrium di era modern saat ini dan terparah munculnya gerakan disintegrasi kesatuan negara yang muncul setelahnya GAM, OPM, RMS dsb.
Kepasrahan bukan suatu dalih untuk terdiam menyingkapi keadaan, halini banyak pemikir telah berpendapat seperti halnya :Jhon Locke pernah berpendapat akan kedaulatan rakyat yang harus diraihnya sendiri atas negara yang tidak mampu memberi kedaulatan tersebut. Namun pemikiran terlalu keras dan sempit karena berkonotasi pergerakan radikal dalam meraihnya. Untuk itu ada pendapat lain yang menyatakan jika perubahan cepat berdampak buruk maka perubahan bertahap merupakan jalan terbaik yang harus di jalani, The Malay Dilemma Mahathir. Yang semua harus dijalani berdasarkan hati yang tulus menciptakan perubahan bagi diri dan bangsanya, karena tidaklah mungkin suatu bangsa merubah bangsanya jika bangsanya tidak mau berubah.
Dengan kata lain perubahan harus diraih dengan sendiri melalui kolektifitas kelompok, kebersamaan dan harapan bersama yang dilakukan dengan segenap hati. Dengan konteks Indonesia Mengembalikan pancasila dan Undang-undang Dasar 45’ ketempatnya di dalam negara hati dan elemen bangsa. Agar cita-cita luhur pancasila yang berketuhanan, berkemanusian dengan keadilan, persatuan yang kokoh, perwakilan rakyat yang membela kepentingan rakyatnya, serta memeiliki keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.  Akan terus menjadi jalan keutuhan negara dalam menciptakan kesejahteraannya, dengan mengarakan bangsanya menjadi bangsa yang Mandiri ditengah keunggulan bangsa yang ada baik dari segi sumberdaya alam dan manusia yang merupakan anugrah tuhan yang harus di syukuri dengan sebesar-besarnya untuk kemajuan bangsa Indonesia.  

ANTARA KEJUJURAN KADERISASI DAN KREDIBELITAS PARPOL 2014


Akhir-akhir ini kita di kejutkan banyaknya calon pendaftar pemilu 2014. Ditengah regulasi KPU yang begitu sulit namun banyak partai memberanikan diri mendaftar hingga akhirnya 12 partai dianggap tidak layak mengikuti pemilu 2014 dari 46 pendaftar peserta Pemilu. Pemilu yang dinilai sebagai Pesta Demokrasi Terbesar merupakan tonggak awal berjalannnya pemerintahan bertahun tahun kedepan.
Nilai ke jujuran partai merupakan ciri yang harus di pahami pemilih di saat pencoblosan nanti, karena nasib 290 juta penduduk Indonesia di tentukan di saat itu. Kredibelitas partai politik peserta pemilu harus di pahami setiap elemen bangsa. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana partai politik tersebut menjaring kader. Penjaringan kader ditingkat paling bawah (Kelurahan) terasa amat kurang. Hal ini melihat dengan kasap mata saja kita dapat mengetahui kredibeltas partai. Dengan harus mengumpulakan 1000 kader per-Kabupaten /Kota partai politik harus benar-benar menjaring kadernya.
Nilai kejujuran kaderisasi amatlah penting, hal ini untuk menghidari keanggotaan fiktif dari partai politik. maka dari itu verifikasi keikutsertaan pemilu partai politik tidak boleh terhenti di tingkat kota bahkan kecamatan akan tetapi berlanjut hingga tingkat kelurahann dan bahkan RW /RT agar tercipta partai-partai politik yang benar-benar jujur sebagai partai yang memiliki kader. Ketidak jujuran partai politik akan terlihat di tingkat paling bawah. Karena pemegang KTP adalah benar-benar orang tersebut dan wajib di verifikasi hinggaakhirnya kebenaran keanggotaan dari seorang warga negara sebagai anggota salah satu partai  tersebut harus benar-benar dijadikan tolak ukur partai tersebut dapat atau tidaknya mengikuti pemilu 2014 nanti.
Hal ini dapat kita lihat melalui perolehan suara partai politik pada pemilu 2009 lalu, data BPS menyebutkan bahwa 14 Peserta Pemilu memperoleh suara kurang dari 450 Ribu pemilih, yang secara proporsi Kabupaten /Kota tidak memenuhi 497 Kabupaten /Kota yang ada di seluruh Indonesia yang masing masing harus terpenuhinya 1000 kader tetap di setiap Kabupaten /Kota. Karena dengan pernyataan tersebut diatas dalam kenyataannya partai-partai peserta pemilu tidak benar-benar memiliki 1000  kader di setiap Kabupaten /Kota. Karena jika benar-benar memiliki 1000 kader di setiap Kabupaten /Kota maka minimal dipemilu 2009 lalu mereka memperoleh 450 ribu suara. Tetapi berbanding terbalik dengan perolehan mereka pada pemilu tersebut.
Oleh sebab itu verifikasi peserta bukanlah verifikasi yang dilakukan secara simbolik demi menghindari hadirnya partai politik yang tidak kompeten masuk mengkuti pesta demokrasi terbesar di Indonesia ini. Namun demikian verifikasi parpol yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada parpol kecil /partai baru saja, tetapi juga partai-parai yang telah memenuhi electoral threshold atau 2 % suara pada pemilu 2009  harus ikut di verikikasi secara benar. Keanggotaan fiktif amat kental pada keanggotaan partai politik. melihat kegiatan pengkaderan yang amat jarang dilakukan oleh partai-partai tersebut.
Hal ini ditakutkan ketidak jujuran parpol  pemenang pemilu 2009 dengan mendaftarkan anggota fiktif pada pendaftaran pemilu 2014. Hal ini perlu dilakukan agar nilai keadilan dan kejujuruan yang di usung KPU benar-benar terjaga demi Indonesia yang kita cintai bersama. Karena  Kredibelitas Partai yang mengangungkan Kejujuran demi meraup suara harus benar jujur adanya.  kemajuan bangsa dimualai bagaimana rakyat menentukan pilihannya pada pemilu. Jika nilai kejujuran partai politik pada cara pendaftaran partai politiknya saja sudah tidak pernah baik bagaimana nantinya. “Mereka Akan Tidak Pernah Jujur Memimpin Indonesia”.

Runtuhnya Benteng Demokrat

Bermula dari Nazaruddin seorang fungsionaris partai Demokrat. Layaknya terjebak lumpur hidup ia mencoba menarik orang yang di sekitarnya untuk menolong atau bersamanya terhisap lumpur yang kian menenggelamkannya. Setelah ia dinyatakan sebagai tersangka pada proyek peembangunan venue Sea Games XXVI Palembang.

Ocehan tolong Nazar pada akhirnya berhasil menyeret bos-bos yang ia paparkan pada penyidikan hingga akhirnya Angelina Sondahk berhasil ia ajak kedalam lumpur yang menenggelamkan. Pada peraidangan yang menbuktikan ia bersalah pada bulan lalu.

Ocehan Nazar juga akhirnya sampai pada Anas Urbaningrum yang pada minggu lalu ditetapkan sebagai tersangka. Bagai menelan ludahnya sendiri Ketua Umum Partai Demokrat ini enggan di gantung di tiang Monas setelah pernyataannya beberapa waktu lalu nengenai jika keterlibatannya terbukti pada kasus korupsi Nazaruddin maka ia siap untuk d gantung d tiang monas.

Bagai kebakaran jenggot Demokrat telah berfikir diam dengan mengatur rencana beberapa saat sebelum Anas d tetapkan sebagai tersangka. Namun rencana yang di galakan Demokrat di nilai telat. Publik secara kasat telah mendalami beberapa kasus yang didalamnya terdapat anggota Demokrat.

Jalan terbaik pada dasarnya harus di upayakan  di awal pembentukan partai sebagai usaha prefentif partai dalam mengharumkan partai. Fakta integritas pada akhirnya tidak merubah opini publik hingga akhirnya Cap Buruk publik terhadap Demokrat telah mendarah daging.

Bukan tidak mungkin kekalahan Dede Yusuf yang merupakan kader Demokrat pada Pilgub Jabar berdasarkan hasil quick count  24 Pebruari 2013 kemarin akibat turunya elektabilitas partai di tengah masyarakat.

Api dalam sekam telah membakar sekan dari dalam. Kehancuran Demokrat sudah ada didepan mata, namun kepercayaan partai harus tetap terjaga agar ke ikut sertaan partai pada pemilu 2014 akan berhasil dan tak sia-sia setelah kasus-kasus korupsi yang mendera Demokrat.

Thursday 21 February 2013

Gonjang Ganjing Politik Saling Menjatuhkan

Dewasa ini republik Indonesia di buat bingung  dengan suasana politik yang terlihat saling jerat dan saling menjatuhkan. Peristiwa ini menambah kegalauan masyarakat di tengah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Jerat korupsi dinilai sebagai jurus ampuh menjatuhkan lawan- lawan politik. Korupsi di berbagai sendi kehidupan  sangat jelas terlihat akhir-akhir ini dengan banyaknya  kasus korupsi yang terdengar melibatkan beberapa tokoh politik.

Dengan melihat hal tersebut, masyarakat Indonesia di paksa untuk melihat dengan seksama tentang parpol yang hendak mewakilinya kelak. Karena, rakyat harus tetap mengambil sikap terhadap wakilnya.

Mahfud MD, menjelaskan pada acara bedah buku Perang Bintang 2014 di Kampus UIN Jakarta 21/02/13 kemarin, Ia menjelaskan betapa pentingnya parpol disebuah negara, Ia tegaskan bahwa satu partai buruk lebih baik dari pada tidak ada sama sekali partai.

keadaan poltik semacam ini pada dasarnya bukan belum pernah terjadi di Indonesia,  Sejak penentuan asas negara di tahun 45. Saling sikut kepentingan telah terjadi.  Namun yang membedakan sikut menyikut pada era itu terjadi  dalam upaya menaruh pengaruh ideologi partai di tengah rakyat Indonesia  yang kelak merdeka.

keadaan seperti ini terus berlanjut hingga masa Orde Baru bergulir, ketidak kondusifan keadaan politik memaksa pemerintah untuk mengkrucutkan partai kedalam tiga partai.

Hal ini cukup memberi dampak positif bagi keadaan politik di negeri ini. Sehingga pada saat itu pembangunan negara dapat terencana dan terlihat progressnya. meskipun demikian keadaan ini membawa dampak pembangunan akan tetapi hal ini juga berdampak pada tumbuhnya praktik KKN di tengah pemerintahan sehingga pada akhirnya setelah 32 tahun berkuasa orde ini pun berakhir dengan demo aksi masa yang terjadi di tahun 1998.

Zaman bergulir orde Reformasi lahir, kebebasan yang selama orde baru  terpendam, menjadi uforia  kebebasan di segala bidang. kekuatan parpol baru bermunculan, badan pengawas juga bermunculan sebagai upaya untuk meminimalusir tindak KKN di republik ini.

Hal ini, menyebabkan tranparansi  dari semua aspek pendanaan dan berjalannya pemerintah hingga akhirnya segala bentuk upaya KKN dapat tercium mudah.

Kesibukan parpol saat ini tidak lagi memikirkan bagai mana membangun kader dengan ideologi seperti era awal kemerdekaan. namun lebih kearah bagaimana terlihat baik di hadapan publik.

Hilangnya ideologi partai menyebabkan ketidak konsistenan wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan partai pada setiap pemilu. Pembangunan karakter partai tercipta oleh visual gambar di tengah media. bukan bagaimana ia bertindak dengan ideologinya sehingga dapat di terima rakyat.

Sehingga kabar buruk yang terekam kamera amat terasa dan menjadi momok bagi partai sehingga dapat di jadikan senjata ampuh untuk menjatuhka antar parpol saat ini.

Untuk itu perlu adanya suatu kesadaran baik parpol dan masyarakat untuk secara bersama membangun Indonesia. Sehingga  gerak parpol melalui ideologinya dapat menjadi arah memajukan masyarakat Indonesia dan menimbukan kepercayaan diantaranya sehingga pembanguna dan kesejahteraan tercipta akibat adanya kesetabilan politik didalamnya.

Kode Etik Wartawan dan Penafsiranya


Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) 2006 - Wikisource bahasa Indonesia

Dua Tentara Copot Paksa Sepanduk Jenderal

Dua tentara mencopot sepanduk Jenderal Purn. Wiranto, di pagar markas besar penelitian dan pengembangan Angkatan Laut Jl. Raya Fatmawati. 18/02/2013.
Pemasangan sepanduk tersebut melanggar aturan KPU karena jenderal tersebut memasang atribut kampanye di gedung-gedung pemerintah.
Pemasangan atribut kampanye tersebut merupakan upaya yang dilakukan Partai Hanura yang sedang mensosialisasikan kader barunya Hary Tanoesoedibyo, yang pada 17 Pebruari 2013 menyatakan bergabung kedalam fungsionaris partai.
Tanoe merupakan kader prospektif dalam rangka mengangkat elektabilitas partai, karena Tanoe merupakan bos PT. MNC Group. yang merupakan media televisi terbesar di Indonesia. Masuknya Tanoe kepartai membuat Jenderal Purn. Wiranto menargetkan kenaikan prosentase Hanura pada pemilu 2014 mendatang hingga 10%. hal ini merupakan tiga kali lipat dari perolehan suara pemilu 2009 sebesar 3.4% suara.

Redaksi :I Agung F